Kisah sejarah berdirinya Banten tidak bisa dilepaskan dari dinamika panjang perjalanan Nusantara di masa kerajaan-kerajaan kuno. Provinsi yang kini dikenal sebagai salah satu wilayah penting di barat Pulau Jawa ini memiliki cerita sejarah yang sangat kaya. Mulai dari masa ketika Banten masih menjadi bagian dari Kerajaan Sunda, hingga akhirnya menjelma menjadi salah satu kesultanan Islam terbesar dan paling berpengaruh di Asia Tenggara. Perjalanan panjang ini tak hanya mencerminkan perubahan politik dan kekuasaan, tetapi juga transformasi sosial, ekonomi, dan agama yang membentuk identitas Banten hingga saat ini.
Banten memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia. Letaknya yang strategis di pesisir barat Pulau Jawa membuat wilayah ini menjadi pusat perdagangan internasional sejak awal. Pedagang dari Arab, Gujarat, Tiongkok, hingga Eropa datang ke pelabuhan Banten untuk berdagang rempah-rempah dan barang-barang berharga lainnya. Kejayaan Banten sebagai pusat perdagangan pada masa lalu bahkan menjadikannya salah satu kota kosmopolitan di Asia Tenggara yang terkenal hingga ke Eropa.
Namun, sebelum mencapai masa kejayaannya sebagai kesultanan Islam yang kuat, Banten melalui perjalanan panjang yang penuh liku. Wilayah ini awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Sunda yang bercorak Hindu-Buddha. Transformasi besar dimulai ketika kekuatan Islam mulai masuk ke Nusantara dan menyebar melalui jalur perdagangan. Proses inilah yang kemudian mengantarkan Banten menuju babak baru sebagai kekuatan politik dan ekonomi yang disegani.
Awal Mula Banten Sebagai Bagian dari Kerajaan Sunda
Sebelum menjadi sebuah kesultanan, wilayah yang sekarang dikenal sebagai Banten merupakan bagian dari Kerajaan Sunda, salah satu kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha yang berpusat di Pakuan Pajajaran (kini Bogor). Banten pada masa itu hanyalah pelabuhan kecil yang dikenal dengan nama Banten Girang. Wilayah ini berperan penting sebagai pintu gerbang perdagangan kerajaan karena letaknya yang strategis di tepi Selat Sunda, jalur pelayaran vital antara Samudra Hindia dan Laut Jawa.
Kerajaan Sunda mencapai masa kejayaannya sekitar abad ke-14 hingga awal abad ke-16. Namun, kedatangan Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat dan Arab mulai mengubah dinamika politik dan sosial di wilayah pesisir Jawa, termasuk Banten. Para pedagang ini tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi juga ajaran agama Islam yang lambat laun diterima oleh masyarakat setempat.
Di sisi lain, munculnya kekuatan baru bernama Kesultanan Demak di pesisir utara Jawa mengubah peta kekuasaan di wilayah Nusantara. Demak, sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, memiliki ambisi untuk memperluas pengaruhnya, termasuk ke wilayah barat yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Ketegangan antara dua kekuatan besar ini pun tidak terelakkan.
Penaklukan Pelabuhan Banten oleh Fatahillah
Titik balik dalam kisah sejarah berdirinya Banten terjadi pada pertengahan abad ke-16 ketika Kesultanan Demak mulai melancarkan ekspansinya ke barat. Salah satu tokoh penting dalam ekspansi ini adalah Fatahillah atau yang juga dikenal sebagai Faletehan, seorang panglima perang keturunan Arab yang menjadi panglima andalan Demak. Atas perintah Sultan Trenggana dari Demak, Fatahillah dikirim untuk merebut wilayah penting di barat Pulau Jawa, termasuk Sunda Kelapa (kini Jakarta) dan Banten.
Sekitar tahun 1527, pasukan Demak berhasil merebut Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis yang sebelumnya bersekutu dengan Kerajaan Sunda. Setelah kemenangan tersebut, Fatahillah melanjutkan ekspansinya ke barat dan menaklukkan pelabuhan Banten Girang. Penaklukan ini menandai berakhirnya kekuasaan Kerajaan Sunda di wilayah pesisir barat Jawa dan awal mula berdirinya pemerintahan bercorak Islam di Banten.
Fatahillah kemudian menyerahkan wilayah Banten kepada Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati, salah satu wali songo yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Jawa Barat. Hasanuddin kemudian ditunjuk sebagai penguasa pertama di wilayah ini dan menjadi Sultan Banten pertama, menandai berdirinya Kesultanan Banten sekitar tahun 1526–1527.
Berdirinya Kesultanan Banten dan Peran Sunan Gunung Jati
Berdirinya Kesultanan Banten tidak bisa dilepaskan dari peran penting Sunan Gunung Jati, seorang ulama besar yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Jawa bagian barat. Sunan Gunung Jati tidak hanya berperan sebagai tokoh religius, tetapi juga sebagai pemimpin politik yang piawai dalam membangun kekuasaan berbasis Islam.
Setelah Hasanuddin diangkat menjadi Sultan Banten, wilayah ini mengalami perkembangan pesat. Ia memindahkan pusat pemerintahan dari Banten Girang ke daerah pesisir yang kini dikenal sebagai Banten Lama. Lokasi ini dipilih karena lebih dekat dengan pelabuhan dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat perdagangan internasional.
Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin, Banten tumbuh menjadi pusat penyebaran Islam yang penting di Jawa bagian barat. Ia membangun masjid, madrasah, dan mengundang para ulama dari berbagai wilayah untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Selain itu, Banten juga mulai mengembangkan hubungan dagang dengan berbagai negara seperti Gujarat, Persia, Arab, Tiongkok, bahkan Eropa.
Masa Kejayaan Kesultanan Banten di Bawah Sultan Ageng Tirtayasa
Puncak kejayaan Kesultanan Banten terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683). Di bawah kepemimpinannya, Banten menjadi salah satu pusat perdagangan internasional paling penting di Asia Tenggara. Pelabuhan Banten selalu dipenuhi kapal-kapal dari berbagai negara yang datang untuk membeli lada, rempah-rempah, dan hasil bumi lainnya. Kekayaan alam dan letak strategis menjadikan Banten magnet bagi pedagang asing.
Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai raja yang visioner. Ia membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan saluran irigasi untuk mendukung pertanian dan perdagangan. Selain itu, ia juga memperkuat armada laut Banten sehingga mampu bersaing dengan kekuatan Eropa seperti Portugis dan Belanda yang mulai masuk ke Nusantara.
Banten bahkan sempat menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai negara, termasuk Inggris dan Prancis. Hal ini menunjukkan bahwa Kesultanan Banten bukan hanya kekuatan regional, tetapi juga aktor penting dalam jaringan perdagangan global abad ke-17. Sayangnya, masa kejayaan ini tidak berlangsung lama karena konflik internal dan tekanan eksternal mulai mengguncang stabilitas kesultanan.
Konflik Internal dan Runtuhnya Kesultanan Banten
Setelah masa kejayaan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran. Konflik internal pecah antara Sultan Ageng dengan putranya sendiri, Sultan Haji, yang lebih memilih bekerja sama dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Dagang Belanda. Pertentangan ini membuat kesultanan terpecah dan melemahkan kekuatan politik Banten.
VOC memanfaatkan situasi ini dengan mendukung Sultan Haji untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Pada tahun 1683, Sultan Haji berhasil mengambil alih tahta dengan bantuan militer Belanda. Namun, kemenangan ini harus dibayar mahal karena Banten kehilangan sebagian besar kedaulatannya dan mulai berada di bawah pengaruh VOC.
Sejak saat itu, perlahan-lahan pengaruh Kesultanan Banten semakin meredup. Perdagangan yang dulu ramai mulai menurun karena Belanda memonopoli jalur perdagangan rempah-rempah. Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1813, kekuasaan Kesultanan Banten resmi berakhir setelah Belanda menghapus status kesultanan dan menjadikannya bagian dari Hindia Belanda.
Warisan Sejarah Kesultanan Banten di Masa Kini
Meski telah runtuh lebih dari dua abad lalu, jejak kejayaan Kesultanan Banten masih bisa ditemukan hingga saat ini. Banten Lama, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kesultanan, kini menjadi situs sejarah dan destinasi wisata religi yang ramai dikunjungi. Di sana berdiri Masjid Agung Banten yang dibangun oleh Sultan Hasanuddin pada abad ke-16 dan masih digunakan hingga sekarang.
Selain itu, kompleks keraton Surosowan dan keraton Kaibon juga menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu. Meskipun banyak yang sudah hancur akibat perang dan waktu, situs-situs tersebut tetap menjadi bukti bahwa Banten pernah menjadi kekuatan besar di Nusantara.
Warisan lain yang masih terasa adalah pengaruh Islam yang kuat dalam kehidupan masyarakat Banten. Tradisi keagamaan, kesenian, hingga sistem sosial masih mencerminkan nilai-nilai Islam yang dibawa oleh para ulama dan sultan pada masa kejayaan kesultanan. Bahkan, identitas masyarakat Banten sebagai komunitas religius dan kuat dalam mempertahankan tradisi masih sangat terasa hingga hari ini.
Kisah sejarah berdirinya Banten adalah perjalanan panjang tentang transformasi sebuah wilayah dari pelabuhan kecil Kerajaan Sunda menjadi kekuatan besar di bawah Kesultanan Islam. Dari penaklukan oleh Fatahillah, peran penting Sunan Gunung Jati, hingga masa kejayaan Sultan Ageng Tirtayasa, semuanya menunjukkan bahwa Banten memainkan peran vital dalam sejarah Nusantara.
Meskipun akhirnya runtuh akibat konflik internal dan campur tangan kolonial Belanda, warisan kejayaan Banten tetap hidup hingga kini. Situs-situs bersejarah seperti Banten Lama, Masjid Agung, dan keraton-keraton tua menjadi pengingat akan masa lalu yang gemilang. Sejarah ini juga menjadi pelajaran berharga bahwa kejayaan sebuah peradaban hanya bisa bertahan jika ada persatuan, kemandirian, dan kesadaran akan pentingnya menjaga identitas sendiri.
FAQ
1. Kapan Kesultanan Banten berdiri?
Kesultanan Banten berdiri sekitar tahun 1526–1527 setelah wilayah Banten ditaklukkan oleh Fatahillah atas perintah Kesultanan Demak.
2. Siapa pendiri Kesultanan Banten?
Pendiri Kesultanan Banten adalah Sultan Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati, yang diangkat sebagai sultan pertama setelah penaklukan Banten Girang.
3. Siapa sultan terbesar dalam sejarah Banten?
Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai sultan terbesar karena membawa Banten mencapai puncak kejayaan ekonomi dan politik pada abad ke-17.
4. Apa penyebab runtuhnya Kesultanan Banten?
Runtuhnya Kesultanan Banten disebabkan oleh konflik internal antara Sultan Ageng dan Sultan Haji serta intervensi VOC yang melemahkan kekuasaan kesultanan.
5. Apa peninggalan Kesultanan Banten yang masih ada?
Peninggalan penting yang masih bisa dilihat antara lain Masjid Agung Banten, Keraton Surosowan, dan Keraton Kaibon yang menjadi situs sejarah dan wisata religi.