Banten, salah satu provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, menyimpan banyak catatan sejarah yang belum banyak diketahui masyarakat luas. Salah satunya adalah kisah penjarahan Banten sultan hasanuddin, yang menjadi bagian dari dinamika masa lampau ketika kekuasaan, agama, dan perdagangan bertemu dalam satu garis konflik dan budaya. Sultan Maulana Hasanuddin, sebagai pendiri Kesultanan Banten, memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam serta membangun fondasi ekonomi dan politik yang kuat di kawasan tersebut.
Namun seiring waktu, berbagai penjajahan dan konflik internal menyebabkan keruntuhan struktur kekuasaan Kesultanan Banten. Penjarahan demi penjarahan terjadi tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk penghilangan identitas sejarah dan warisan budaya yang sangat berharga. Untungnya, hingga kini masih ada banyak situs bersejarah dan tempat ziarah di Banten yang menjadi saksi bisu kebesaran masa lalu, sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga jejak sejarah bangsa.
Awal Mula Berdirinya Kesultanan Banten dan Sosok Sultan Hasanuddin
Untuk memahami sepenuhnya konteks penjarahan Banten, kita perlu melihat kembali siapa Sultan Hasanuddin dan bagaimana ia membentuk fondasi Kesultanan. Sultan Maulana Hasanuddin merupakan putra dari Sunan Gunung Jati, salah satu wali songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Pada abad ke-16, beliau mendirikan Kesultanan Banten yang kala itu menjadi pusat perdagangan dan agama.
Dalam pemerintahannya, Sultan Hasanuddin memperkuat pengaruh Islam melalui pembangunan masjid, pondok pesantren, dan jaringan perdagangan laut yang menjadikan Banten sebagai pelabuhan utama di kawasan Asia Tenggara. Sayangnya, kejayaan ini mulai goyah ketika kolonialisme Eropa mulai merambah wilayah Nusantara. Banten menjadi salah satu target utama karena kekayaan rempah dan posisi strategisnya.
Penjarahan Banten oleh Kolonial dan Akibatnya
Penjarahan Banten tidak bisa dilepaskan dari intervensi kolonial Belanda yang dimulai pada abad ke-17. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) melihat Banten sebagai saingan utama Batavia dalam hal perdagangan. Untuk menguasai pelabuhan dan jalur distribusi, VOC melakukan berbagai strategi politik adu domba antar pangeran, blokade ekonomi, hingga serangan militer langsung.
Akibat penjarahan ini, banyak aset Kesultanan dirampas, arsip sejarah dihancurkan, dan istana kerajaan dihancurkan atau dialihfungsikan. Situs-situs penting seperti Masjid Agung Banten dan Batu Quran tetap berdiri, namun mengalami degradasi dan kehilangan banyak dokumen asli. Penjarahan ini tidak hanya bersifat fisik, tapi juga budaya dan spiritual, karena upaya penghapusan identitas lokal sangat sistematis.
Komplek Makam Sultan Hasanuddin dan Para Sultan Banten Lainnya
Salah satu saksi bisu kebesaran masa lalu Banten yang masih bisa kita kunjungi hari ini adalah komplek makam para sultan Banten. Makam Sultan Hasanuddin sendiri terletak di kawasan Banten Lama, berdekatan dengan Masjid Agung Banten. Lokasi ini selalu ramai dikunjungi peziarah, terutama saat Ramadan atau hari-hari besar Islam.
Makam tersebut tidak berdiri sendiri. Di sekitarnya, terdapat pula makam para penerusnya seperti Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Abu Nasr Abdul Qohhar. Kawasan ini kini ditata sebagai kawasan ziarah religius yang sekaligus menjadi destinasi wisata budaya. Meski pernah terdampak penjarahan Banten, aura sakral dan historis masih sangat terasa di kawasan ini.
Wisata Ziarah dan Religi di Banten Lama
Banten tidak hanya menyimpan makam para sultan, tapi juga berbagai tempat ziarah di Banten yang menawarkan pengalaman spiritual dan sejarah. Salah satu yang terkenal adalah Masjid Agung Banten, yang dibangun oleh Sultan Hasanuddin. Arsitekturnya yang khas dengan perpaduan gaya Jawa, Cina, dan Belanda membuat masjid ini unik dan menarik bagi wisatawan lokal maupun internasional.
Selain itu, Batu Quran yang terletak tidak jauh dari masjid juga menarik banyak pengunjung. Konon batu ini berisi tulisan ayat-ayat Al-Quran yang muncul secara alami dan tidak bisa dihapus. Mitos dan kepercayaan lokal menyebut bahwa siapa pun yang berdoa dengan sungguh-sungguh di tempat ini akan dikabulkan permohonannya.
Di tempat lain, terdapat pula makam ulama banten seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar yang dikenal di Timur Tengah. Makamnya terletak di daerah Tanara, dan hingga kini menjadi salah satu tempat ziarah paling ramai di Banten.
Pelestarian Situs Sejarah dan Tantangan Modern
Meski jejak penjarahan Banten masih terasa, upaya pelestarian situs sejarah terus dilakukan. Pemerintah daerah bersama komunitas budaya dan lembaga pendidikan terus mengadakan kegiatan revitalisasi kawasan Banten Lama. Salah satunya adalah digitalisasi dokumen sejarah dan penataan ulang kawasan wisata agar lebih edukatif dan nyaman.
Namun tantangan tetap ada. Kurangnya dana, vandalism, dan kurangnya kesadaran wisatawan menjadi isu yang harus segera diatasi. Banyak pengunjung yang datang hanya untuk selfie, tanpa memahami nilai spiritual dan historis tempat yang mereka kunjungi. Oleh karena itu, edukasi publik sangat penting agar peninggalan bersejarah ini tidak hanya menjadi latar foto, tapi juga sumber ilmu pengetahuan dan pengingat akan masa lalu yang harus dijaga.
FAQ
1. Siapa itu Sultan Hasanuddin dari Banten?
Sultan Maulana Hasanuddin adalah pendiri Kesultanan Banten dan putra dari Sunan Gunung Jati. Ia berjasa besar dalam menyebarkan Islam dan membangun kekuatan ekonomi-politik di Banten.
2. Apa yang dimaksud dengan penjarahan Banten?
Penjarahan Banten merujuk pada tindakan kolonial Belanda yang menyerang, merampas, dan menghancurkan struktur kekuasaan serta budaya Kesultanan Banten pada abad ke-17.
3. Di mana letak makam Sultan Hasanuddin?
Makam Sultan Hasanuddin berada di kawasan Banten Lama, dekat Masjid Agung Banten.
4. Apa saja tempat ziarah di Banten yang populer?
Beberapa tempat ziarah yang sering dikunjungi antara lain Masjid Agung Banten, Batu Quran, Makam Sultan Hasanuddin, dan Makam Syekh Nawawi Al-Bantani.
5. Apakah situs-situs sejarah di Banten masih terjaga?
Sebagian besar masih terjaga meski pernah mengalami kerusakan. Pemerintah dan masyarakat terus berupaya melestarikannya.